Kota Bima LAWATANEWS
Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak dugaan korupsi di lingkup Pemkot Bima tidak terbatas pada proses penggeledahan dokumen Pemerintahan saat ini saja, namun juga telah menyasar sejumlah dugaan rasuah yang terjadi pada era sebelumnya.
Hal ini diketahui saat KPK RI melakukan upaya penggeledahan akhir bulan Agustus lalu di kantor Walikota Bima, Dinas PUPR Kota Bima, BPBD Kota Bima dan sejumlah tempat tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan keterangan resmi Jubir KPK Ali Fikri (30/08/2023), dari hasil penggeledahan, berhasil dikumpulkan sejumlah alat bukti yakni dokumen pengadaan, bukti elektronik dan catatan keuangan.
“Dari hasil penggeledahan itu berhasil didapatkan dokumen pengadaan,lembar catatan keuangan hingga bukti elektronik” Jelasnya.
Berdasarkan informasi yang diterima wartawan dari salah satu ASN dengan jabatan strategis (minta namanya ditutup), dokumen yang dibawa oleh KPK meliputi sejumlah catatan administrasi sejak banjir bandang 2016. Secara terperinci, ASN tersebut menjelaskan bahwa salah satu catatan dugaan tipikor yang dibawa KPK adalah dokumen pengelolaan Dana Siap Pakai (DSP) tahun 2017 dimana saat itu Kota Bima dipimpin oleh H. Muhammad Qurais (HMQ).
Melansir dari Bimantika, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pemantau Pengawas Korupsi (LPPK) NTB melakukan pemantauan, kajian dan investigasi soal dugaan kasus baru yang menjadi bidikan KPK tersebut.
Hasil kajian, pantauan dan investigasi LPPK tersebut baru disampaikan pada publik hari ini senin 18 September 2023. Berdasarkan penjelasan Direktur LPPK Akbar, pada tahun 2017 Pemkot Bima menerima Dana Siap Pakai (DSP) dengan BPBD sebagai leading sektor. Namun ditengah jalan, dana bantuan pasca banjir tersebut diambil alih oleh Dinas Perkim yang saat itu dipimpin oleh Muhammad Amin (MA) yang beberapa hari juga sudah dipanggil KPK.
“MA diduga mengambil alih kewenangan kadis BPBD dan diduga kuat menunjuk langsung pada kontraktor (tanpa proses tanderisasi yang diwajibkan undang-undang) untuk melaksanakan beberapa item pekerjaan tanpa melalui mekanisme yang berlaku” Ujarnya.
Masih menurut Akbar bahwa Kontraktor yang mengerjakan itu antara lain N, NN, dan H yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh Pihak KPK RI. Munculnya anggaran Ratusan milyar dari BNPB Republik Indonesia itu akibat bencana Banjir bandang yang melanda Kota Bima 2016 silam.
Akbar melanjutkan, Akibat bencana alam banjir bandang yang meluluh lantakkan seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Kota Bima tersebut, maka Pemerintah Pusat mengalokasikan dana dari BNPB sebesar 166 Milyar.
“Tujuan pemerintah pusat menggelontorkan Anggaran 166 Milyar kala itu untuk kegiatan pemulihan relokasi banjir” Tegas Akbar
Akbar melanjutkan bahwa Termasuk didalamnya anggaran 23 Milyar DSP dan 12 Milyar Rehab Rekon DAM Kapao dan lainya. Adapun anggaran lainnya yakni 10 Milyar anggaran bersih rumah Cash For Work yang dibagi untuk rakyat 500 ribu per rumah.
Dari total anggaran 166 Milyar tersebut digunakan untuk bangun rumah relokasi insitu dan Eksitu sebesar 102 Milyar. Rinciannya pun jelas untuk Konsultan 9,5 Milyar, Pembangunan Jembatan Padolo 16,9 Milyar, Pembangunan Jembatan gantung Paruga 2 Milyar.
Selanjutnya Swakelola TNI sebesar 12 Milyar dan sisanya digunakan untuk PSU, jalan, listrik dan lainya.
“Nah, dari total anggaran itu pula di Kembalikan 1 Milyar ke BNPB di Tahun 2020” Urainya
Dari Total Anggaran 166 Milyar tidak kurang 25 Milyar digunakan untuk Jalan, Lampu dan lainnya di tiga lokasi yakni oi Fo’o, Jatibaru dan Kadole.
“Dan termasuk Salah satu kontraktor mendapatkan pekerjaan Gapura di Jatibaru 300 juta dari alokasi dana 166 M sebagai pelapor yakni B” Ungkap Direktur Muda tersebut.(??)