Kota Bima LAWATANEWS
Pelanggaran netralitas ASN di kota bima terus meningkat jelang Pilkada 2024. Tak hanya bertentangan dengan aturan, keberadaan ASN dalam pusaran politik rentan akan praktik penyelewengan yang dapat mengganggu kinerja pelayanan publik. Optimalisasi pengawasan dan penindakan tegas perlu dilakukan, bahkan diwacanakan kembali untuk pencabutan hak politik bagi ASN.
Undang-undang No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan bahwa tugas dan fungsi utama sebagai abdi negara adalah untuk penyelenggaraan pelayanan publik. ASN berkewajiban pula untuk memelihara persatuan bangsa.
Amanah ini menjadikan ASN HARUS bebas dari pengaruh intervensi kepentingan politik apa pun
Menjelang pemilihan kepala daerah tahun 2024, ada aroma aroma tak sedap yang mulai tercium di Kota bima itu yakni adanya dugaan keterlibatan beberapa oknum Kepala Dinas dan guru yang diduga ikut terlibat dalam konsolidasi Politik bagi salah satu bakal calon walikota.
Selain itu, oknum Kepala Dinas dan beberapa guru yang juga mengkonsolidasikan diri untuk ikut jadi tim salah satu calon walikota bima pada Pilkada 2024 di Kota bima.
Mendengar isu itu, salah satu aktivis muda asal Kota bima mendesak PJ walikota bima agar segera memanggil oknum Kepala Dinas dan beberapa guru untuk mengevaluasi terkait adanya dugaan keterlibatan dalam konsolidasi Politik menuju Pilkada 2024.
Menurut rafik Rahman (guru toi), apabila dugaan keterlibatan Kepala Dinas dan beberapa guru dalam kepentingan politik tertentu menuju pilkada 2024 maka hal ini akan berdampak pada pelayanan pemerintah yang tidak maksimal terhadap masyarakat Kota bima. Sebab kata dia masih terdapat banyak kesenjangan sosial baik dari pendidikan, ekonomi, infrastruktur, kesehatan, bahkan pada kesejahteraan masalah masalah sosial yang hari ini belum terselesaikan.
Oleh karena itu, rafik katakan Pemkot bima harus fokus pada pembangunan di Kota melalui OPD-OPD teknis terkait. Jangan sibuk konsolidasi politik, ia menilai apabila benar keterlibatan Kepala Dinas dan beberapa guru dalam Pilkada 2024 mendatang maka tidak dipungkiri bahwa mereka akan menggunakan fasilitas pemerintah untuk kepentingan politik sementara rakyat tidak terurus.
“Hal ini saya sampaikan karena jika ada ASN dalam hal ini Kepala Dinas dan guru yang terlibat dalam konsulidasi bagi bakal calon kepala daerah tertentu, maka mereka bisa menggunakan fasilitas pemerintah untuk melancarkan konsulidasi mereka sementara rakyat tidak di urus,” ujar rafik dalam rilis yang diterima media lawatanews ini, jumat (26/4/2024).
Atas kejadian tersebut, rafik mendorong Bawaslu Kota bima bertindak tegas dan tidak pandang bulu.
Kejadian ini juga diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang bisa dijerat hukuman penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp12 juta.
Mendorong dinas pendidikan di kota bima mengingatkan jajarannya termasuk guru dan tenaga kependidikan untuk menjaga netralitas dalam pemilu. Lebih baik harus dicontohkan keteladanan atas netralitas menggunakan aturan yang berlaku.(Dk)